Mirwaners, seperti mana yang kita ketahui bahwa saat ini di beberapa Kabupaten Kota di Riau sudah menggalakkan pemakaian Tanjak di lingkungan Sekolah, seperti di Siak, Bengkalis, dan Dumai, dan insya Allah Rokan Hilir akan menyusul. Kemudian di kalangan kampus, pemuda, di kota Pekanbaru sudah semakin merebak. Bahkan Tanjak ini menjadi pakaian sehari bak blankon bagi orang Jawa. Tanjak juga dijadikan oleh-oleh dan cindera hati khas bumi Melayu Lancang Kuning tatkala para pelancong dan wisatawan bertandang di negeri Melayu ini.
Berdasarkan penuturan Ketua Majelis Kerapatan Adat Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Kabupaten Siak Zulkifli ZA menyatakan bahwa zaman dahulu Tanjak biasa dipakai masyarakat Melayu diseluruh lapisan strata sosial, baik dilingkungan kerajaan, bangsawan maupun masyarakat awam. Sebab tanjak dianggap lambang kewibawaan dikalangan masyarakat melayu. Dimana semakin tinggi dan kompleks bentuknya, menunjukkan semakin tinggi pula status sosial si pemakainya. Dia menuturkan, tanjak awalnya berbentuk ikatan biasa, namun orang Melayu zaman dahulu yang aktif dibidang gerak tangan muncul kreasi bentuk dengan nama tebing runtuh, belalai gajah, pial ayam, elang menyongsong angin dan lainnya. "Di lingkungan Kerajaan Siak dulu yang cukup populer diantaranya ikat pial ayam yang biasa dipakai oleh para panglima dan ikat elang menyongsong angin dipakai datuk lima puluh. Sedangkan khusus datuk pesisir ciri khasnya ikat hangtuah," jelasnya lagi. Ikat elang menyongsong angin ini kata dia, melambangkan kebijaksanaan dan kecermatan elang memainkan gerak angin, sementara ikat hang tuah melambangkan ketegasan. Sementara untuk warna sebut Zulkifli, tanjak adat biasanya berwarna hitam, dan untuk pengantin disesuaikan dengan pakaian. "Biasanya ikat pengantin itu ikat hangtuah, namun sekarang banyak yang meniru ikat dendam yang sudah populer di Malaysia," sebutnya. Ikat kepala khas orang Melayu itu menjadi populer setelah Bupati Siak Syamsuar menerapkan kebijakan pemakaian tanjak dikalangan ASN dan kembali melestarikannya sebagai identitas kebudayaan. Sumber: di kutip dari berbagai sumber, antarariau, kabarriau.
Rokan Hilir Bertanjak adalah mimpi KITA (Puak tempatan) sebagai pelopor gerakkan yang notabenenya tidak hanya simbol budaya tertentu, melainkan harkat dan marwah kita yang merupakan bagian dari pemilik sah negeri ini. Adalah sebuah program yang akan menjadi referesentatif jati diri masyarakat, dengan harapan KITA lah pelopor. Sebuah nilai yang optimis berkembang suatu hari di negeri seribu kubah kelak. Kenapa tidak, sebab sosialisasi dan penggunaanya sudah dimulai. Bak perang, genderang sudah di tabuh. Pertanyaanya, siapa yang memulai gerakkan yang euforianya sudah membooming ini? Jawabannya satu, KITA lah motor pelopor. Yuk menjadi bagian gerakkan Rokan Hilir Bertanjak! Pelopor utama gerakan ini adalah Hendra Dermawan, S. Pd., Ketua Dewan Kesenian Daerah Kubu dan Kubu Babussalam.
***
Untuk info tentang gerakan program ini, sila kontak :
Wah kece sangat namanya, elang menyongsong angin. Terdengar maskulin :)
BalasHapusIya, elang nya pasti laki banget. Eeeh. 😁
Hapus